Pendidikan antikorupsi adalah perpaduan pendidikan
nilai dan karakter. Sebuah karakter yang dibangun di atas landasan kejujuran,
integritas, dan keluhuran. Dalam kaitan itu, dongeng bisa menjadi sarana
penanaman nilai-nilai antikorupsi. Pertanyaannya, nilai-nilai antikorupsi
seperti apa yang selayaknya diberikan melalui dongeng?
Kita mengetahui, korupsi bisa timbul karena dua sebab.
Sebab pertama, korupsi karena kebutuhan (corruption by need). Korupsi
yang timbul ketika penghasilan tidak lagi bisa menanggung kebutuhan dasar
sehari-hari. Jalan keluarnya biasanya dengan mengambil sikap menyimpang.
Melakukan korupsi. Sebab kedua, korupsi karena keserakahan (corruption by
greed). Tidak puas dengan satu gunung emas, cari gunung emas kedua dan
ketiga. Sudah punya rumah, ingin motor. Sudah ada motor, mau mobil. Mobil
terbeli, ingin mobil mewah.
Kedua jenis korupsi tersebut, korupsi karena kebutuhan
maupun karena kerakusan, memang tak bisa ditolerir. Namun, penanganan keduanya
mengharuskan cara berbeda. Korupsi karena kebutuhan timbul karena kondisi
obyektif yang tidak mendukung. Karena sistem yang tidak memberikan harapan
kesejahteraan. Oleh sebab itu, perbaikilah sistem.
Sementara, korupsi karena kerakusan disebabkan kondisi
subyektif. Kondisi internal seseorang. Adanya sifat tamak, tidak puas, dan
keinginan memperkaya diri sendiri. Korupsi yang dikerjakan oleh mereka yang
nuraninya sudah buta. Ingin sejahtera tanpa mau kerja keras. Karenanya, untuk
memberantas korupsi jenis ini, perbaikilah orangnya.
Korupsi karena tamak lebih bahaya ketimbang korupsi
karena kebutuhan. Kerakusan, dusta, ketidakjujuran merupakan perilaku yang bisa
terbentuk sejak kecil. Sejak masa kanak-kanak. Perilaku ini adalah kumpulan
dari apa yang dialami dalam proses hidup, mulai usia dini hingga dewasa. Teori
psikologi kognitif menguatkan argumen ini. Menurut psikologi kognitif, apa yang
kita dengar, lihat, pikirkan, rasakan, dan alami akan mempengaruhi cara pandang
dan perilaku kita.
Singkatnya, perilaku kita merupakan resultante dari
apa yang kita pikir, rasa, dan lakukan. Dengan demikian, apa yang kita lihat
dan dengar semasa kecil juga akan membentuk karakter kita bila dewasa kelak.
Karena itu, nilai-nilai antikorupsi dalam dongeng
adalah nilai-nilai yang mempromosikan kesederhanaan, kejujuran, dan daya juang.
Selain itu, juga nilai-nilai yang mengajarkan kebersamaan, setiakawan, dan
kedisiplinan.
Namun, tentu saja, tidak semua cerita dalam dongeng
bisa berguna. Kita pasti ingat dongeng si kancil mencuri ketimun petani. Si
kancil dikisahkan hewan yang cerdas, cerdik, dan lincah. Dengan kecerdikannya,
si kancil mengelabui petani, untuk kemudian berhasil mencuri ketimun. Si kancil
sulit tertangkap oleh petani. Suatu kali petani berhasil menangkap basah si
kancil. Tetapi dengan kelihaiannya, kancil berkelit dari jerat hukuman.
Cerita
kancil di atas mungkin saja telah meracuni pikiran anak. Anak mengira mencuri
adalah sesuatu yang wajar. Anak memiliki anggapan bahwa kepintaran merupakan
keunggulan seseorang yang bermanfaat untuk mencuri.
Karena itu, sesuai nilai antikorupsi yang ingin
disebarkan, maka kita perlu cerita dongeng yang memuat figur-figur yang jujur,
berani, kompetitif, dan bertanggungjawab. Bukan figur yang memakai
kecerdikannya untuk memperdaya orang lain.
Dongeng dan mendongeng adalah salah satu bentuk
pendidikan nilai, yang pada gilirannya mendukung upaya pendidikan antikorupsi.
Sebuah pendidikan antikorupsi yang dimulai dari usia dini. Pendidikan
antikorupsi diharapkan membentuk karakter individu, hingga pada gilirannya akan
membentuk karakter bangsa secara keseluruhan.
Sumber
:
Faisal Djabbar
Fungsional Deputi Pencegahan Direktorat Pendidikan & Pelayanan Masyarakat KPK
Fungsional Deputi Pencegahan Direktorat Pendidikan & Pelayanan Masyarakat KPK
No comments:
Post a Comment