Saddam Husein, mantan presiden dan pemimpin besar
Irak, terdidik dalam dongeng. Dalam buku Man and The City, yang ditulisnya
sendiri, saddam bercerita betapa dirinya sangat terpengaruh cerita-cerita
ibunya. Saddam menuturkan, dia kerap dipeluk ibunya sambil ibundanya bercerita
tentang para leluhur. “Ibu saya mendongengkan cerita-cerita sambil membelai
rambut saya”, tulis Saddam. Sejumlah pengamat menduga, dongeng-dongeng yang
didengar Saddam banyak mempengaruhi kepribadiannya setelah dewasa. Saddam
banyak terinspirasi oleh cerita dongeng sang ibunda.
Pengalaman serupa terjadi pada Hans Christian
Andersen. H. C. Andersen, penulis cerita anak terkemuka abad 19, melalui
autobiografinya, The True Story of My Life, menulis, “Setiap minggu
ayahku membuat gambar-gambar dan menceritakan dongeng-dongeng”. Ibunya pun
melakukan hal yang sama. Sang ibu mengenalkan dongeng-dongeng legenda rakyat.
Kecemerlangan Andersen menyusun kisah dipengaruhi pengalaman batin masa kecil.
Ketika dia menggambarkan dalam benaknya dongeng yang diceritakan orang tuanya.
Berdasar pengalaman dua tokoh besar tadi, kita
barangkali bisa mengatakan bahwa dongeng ikut andil dalam pembentukan karakter
anak. Karena itu, dongeng berfungsi sebagai media pendidikan nilai-nilai
keluhuran. Menyebarkan pesan moral tanpa anak menyadari dirinya sedang disuntik
nilai-nilai kebaikan.
Dongeng menjadi jalan mewujudkan kaidah dasar, bahwa
penanaman nilai dapat dilakukan tanpa kesan memaksa dan menekan. Malahan
dongeng dan kegiatan mendongeng membentuk benih-benih sikap positif. Sikap yang
terus-menerus dibentuk hingga menjadi karakter anak setelah dia dewasa.
Harus
diakui, dongeng punya pengaruh luar biasa. Anak-anak, target utama penceritaan
dongeng, mudah terbujuk oleh cerita-cerita dongeng. Penelitian mengungkapkan
bahwa dongeng bisa mengembangkan kecerdasan intelektual, emosional, dan
spiritual anak. Dongeng sanggup mengembangkan moral; guna mengetahui perbuatan
yang baik dan buruk.
Psikolog
Ninok Widiantoro mengatakan, dongeng bisa menciptakan sisi kepekaan sang anak.
Tokoh dan karakter yang diceritakan dalam dongeng akan selalu diingat oleh sang
anak, apakah itu tokoh baik maupun tokoh jahat. Cerita dongeng juga dapat
berpengaruh bagi kesembuhan anak yang sedang sakit, terutama dampak
psikologisnya. Selain itu, dari berbagai cara untuk mendidik anak, dongeng
merupakan cara paling ampuh dan efektif untuk memberikan sentuhan humanis dan
sportifitas bagi anak. Dongeng berpengaruh pada cara berpikir, moral, dan
tingkah laku.
Dongeng membentuk dan mengembangkan imajinasi anak.
Hal ini selaras dengan hasil kajian Robert Fulghum. Pakar anak ini, dalam salah
satu bukunya, pernah mengatakan bahwa imajinasi lebih kuat dari pengetahuan dan
impian lebih kuat dari fakta. Fulghum bahkan menegaskan, menghadirkan dunia
imajinasi sejak dini sangat bermanfaat bagi kesehatan anak.
Selain itu, dongeng berguna untuk memasukkan nilai dan
etika secara halus kepada anak. Dongeng akan menanamkan sikap mental yang
bersemangat dan tanggung jawab pada diri si anak. Pesan moral, ajaran pekerti,
dan pendidikan karakter yang terkandung dalam dongeng akan memberikan
keteladanan dan panutan bagi anak.(http://www.kpk.go.id/ 2009/2/16 10:49:57 – 1)
Atas
dasar pemikiran seperti itu, rupanya dongeng sejalan dengan tujuan pendidikan
antikorupsi.Yakni pembentukan manusia yang mempunyai pemahaman, sikap, dan
perilaku yang anti terhadap korupsi. Terutama pendidikan antikorupsi kepada
anak dini usia.
No comments:
Post a Comment